Minggu, Desember 22, 2013

Lain Gunung, Lain Ceritanya

Setiap gunung yang didaki, plus bikin badan banyak daki, selalu ada saja cerita yang berbeda yang bikin saya ketawa-ketiwi sendiri. Idih..Yura gila ya, sekarang??

Saya mulai tertarik dan diajarkan plus diracuni mendaki gunung, sekitar tahun 2009. Itu karena dekat ama teman yang anggota Mapala di kampus saya. Kalau saat itu saya dekat dan mainnya ama Nikita Willy, bisa jadi saya sekarang sudah aktris kejar tayang dalam sinetron sandal jepit yang tertukar. Kalau saja saya dekat ama annisa chibi, bisa jadi sekarang saya sudah jadi member AKB48 *eh?* (Yura mulai ngawur..Yura mulai ngawur..)
Namanya juga jalan-jalan ke gunung, jadi banyak hal tak terduga yang bisa terjadi diluar kendali kita.

Waktu pendakian pertama, saya dengan teman-teman yang lainnya mencoba mendaki gunung Marapi. Hal yang tak terlupakan buat saya, ketika saya dan Mia berdua dalam satu sleeping bag. Saat itu, teman saya Hendra, lupa membawa sleeping bag, dan kita takut hendra kedinginan dan bisa-bisa ia kena hipotermia. Saat itu lah kepedulian kita teruji. Apa kita tega melihat teman seperjuangan dan teman sama-sama mendaki dari bawah, merasa kedinginan. Berhubung, badan saya kerempeng kayak tangkai sapu, dan Mia badannya imut kayak marmut (piss mia \/). Jadi, kita memutuskan untuk satu berdua dalam sleeping bag. Ternyata perjuangan masuk ke dalam sleeping bag bener-bener ruaarrr biasaaa. Walaupun badan kita sama-sama imut, tetapi tak semudah itu untuk menutup resleting. Jika sobat pernah berusaha menutup reseleting tas yang isinya sudah sangat padat sekali, seperti itulah perjuangan Hendra untuk menutup resleting sleeping bag kita. Karena saking romantisnya saya dengan Mia ( romantis apa kesempitan tu jeng?), ujung-ujungnya kita kepanasan kayak jagung rebus. Kepanasan cyiinn...AC mana AC..

Kita tinggalin cerita diatas, lain lagi ceritanya waktu saya mendaki Gunung Singgalang. Penasaran ya? Sama, saya juga penasaran. Saya harus mencoba minum air putih yang dicampur dengan minyak kayu putih. Kebayang gak gimana rasanya?? Kalau penasaran coba aja..hehe. Saat itu, Bang Anto tengah malam sakit mual-mual plus muntah-muntah. Padahal ia kelihatan baik-baik saja dari awal dan semangat kali pas nanjak. Bukan kayak saya, yang keseringan kecapekan. Kebetulan, cewek yang ikut hanya ada saya dan Kak Yandhi, jadi kita harus rela bangun tengah malam untuk memasak air panas. Ngeliat Bang Anto mirip bumil yang terus mual-mual, saya sudah rela kalau gagal ke puncak untuk besok paginya. Hikss. Tapi, saya masih berharap bisa muncak besok pagi.hehe. 

Daripada mual-mual terus, Kak Yandhi menyarankan mencoba minum air yang dicampur sama minyak kayu putih. Apaa??. Berdasarkan pengalaman Kak Yandhi, ini pernah dilakukannya dan tidak ada efek samping. Kita pun berusaha membujuk Bang Anto untuk minum air ramuan ala Kak Yandhi. Bang Anto menolak. Kita kan takut Bang anto kenapa-kenapa, di atas gunung ini gak ada klinik bersalin ( emang ente mau ngapain, Yura??). Untuk meyakinkan Bang Anto, terpaksa kita bergilir mencoba meminum air kayu putih. Ondeh mandeh. Jauh-jauh ke gunung hanya untuk minum seteguk air berasa minyak kayu putih. Sedikit lebih baik, sih, daripada minum air sambil terbayang wajah mantan. Nah lho?? ( Mantan majikan, ya, Yura?)

Setelah, kita berdua meminum air tersebut dan tidak kejang-kejang, baru lah Bang Anto mau meminum air tersebut. Oalaah..buat anak kok coba-coba. Keesokan paginya, Bang Anto sudah oke lagi, akhrinya kita bisa muncak juga..Horraiii...
(Yang mau coba ramuan ini, silahkan, harus dibawah bimbingan orang tua, ya..)

Marapi udah, singgalang juga udah. Lain lagi cerita waktu ke Gunung Kerinci. Padahal tenda ada 3 buah dan sudah dibagi-bagi tiap tenda 3 orang. Karena badainya yang super dahsyat. Kita langsung menyerbu tenda Bang Jamie. Tenda yang isi maksimalnya 5 orang, dimuat-muatin jadi 6 orang. Kalau orangnya mirip kurcaci bisa muat kurcaci sekampung.

Dalam tenda berasa mirip ikan sarden. Bergerak aja susah, apalagi salto dan guling-guling. (Helloo..kalau mau guling pindah aja ke lapangan bola Neng!!).
Ya begitu lah kalau naik gunung, ada-ada saja hal yang membuat perjalanan makin berkesan dan tak terlupakan.Tsaah.

Kalau begitu, nanjak kemana lagi kita ne?? ;)


Sabtu, Desember 14, 2013

Yang Sabar Ya..

Saat diberitahu oleh teman saya, sebut saja namanya Bunga.  Bunga adalah teman saya waktu masih pakai putih abu-abu beberapa tahun yang silam. Pernah jadi teman sekelas, teman sekamar dan satu kosan. Saya sudah berapa kali main ke rumahnya dan sudah mengenal anggota keluarganya. Beberapa lama kita kehilangan kontak, sebenarnya salah saya juga sengaja menghilangkan diri dari orang-orang terdekat. Hehehe. Tapi, saya masih menyimpan nomor kontaknya. Rasanya, tak perlu lah saya beritahu alasannya. Hahaha *bikin penasaran*.

Beberapa bulan yang lalu, saya mencoba menghubunginya. Bunga merasa senang sekali bisa berhubungan lagi dengan saya. Bahkan Ia juga berusaha menanyakan nomor hape saya kepada teman yang lainnya. Oh My Woow..ternyata ada juga orang-orang yang merindukan dan mencari-cari saya, ya? Kirain cuma Densus 88 aja yang nyarin saya..lha? emang situ teroris ya, Yura? (kasih tau isi gak, ya?).

Sekitar 2 minggu yang lalu, menghubungi saya dan menceritakan kalau Mama nya mendadak terkena kanker payudara. Saat itu bunga memberitahu sms, saya berasa kesentrum kena tegang listrik tegangan tinggi yang membuat saya terdiam, gak tau apa yang mau dibalas.

Terbayang beberapa tahun yang lalu saat mampir ke rumahnya, Mamanya dengan tubuh sehat, tinggi dan semangat bekerja. Tak menyangka, akan mengalami hal ini. Ternyata bukan saya saja yang terkejut mendengarnya, mereka sekeluarga juga terkejut dan tidak menyangka. Selama ini, Mama bunga menutupi dan tidak memberitahu benjolan yang terdapat Payudaranya, saat benjolan itu menimbulkan rasa sakit, baru beliau memberitahu anak-anaknya. Setelah dicek ke dokter, ternyata positif kena kanker payudara. Hiks


Terdiam cukup lama, entah kenapa saya terlalu berat menuliskan “Yang sabar ya Bunga..”. Rasanya, tak semudah itu saya menuliskan sabar. Kata sabar itu memang gampang menuliskannya, tetapi kenyataannya sabar itu bener-bener berat dijalani. Saya mencoba kembalikan pada diri saya sendiri? Apa saya bisa dengan mudah bersabar saat Mama saya yang mengalami hal itu?. Hikshiks

Saya mencoba menguatkan Bunga, dengan membalas pesannya “ Berdoa yang banyak, semoga sekeluarga diberi kekuatan tuk menghadapi dan Mama diberi kesembuhan oleh Allah SWT”. Semoga dengan doa yang terus dipanjatkan kepada sang pencipta, mereka sekeluarga diberi kekuatan dan kesabaran menjalani semua ini. Bukankah kita, sebagai manusia menjadi shalat dan sabar sebagai penolong.

                                                                                                وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat (QS. Al Baqarah: 45)

Bunga merasa hidupnya sekarang ini terasa berat dan tak menyangka ini akan terjadi kepada keluarganya. Sebagai manusia, saya hanya bisa menguatkan, bahwa semua yang terjadi karena kehendak yang kuasa. Walaupun begitu, Bunga masih berfikir, Tuhan pasti punya rencana baik untuk ia dan sekeluarga.

Semoga apapun yang kita alami, kita bisa mengambil sisi baik disetiap kejadian yang ada.

Rabu, Desember 11, 2013

Malas Bertanya, Salah Masuk Busway

Jadi ceritanya begini, saat berkunjung ke kota Pekanbaru dua bulan yang lalu. Ngapain ke Pekanbaru Yura? Mau ngembangin usaha pergembelan di sana..(???).

Pinjam dari sini 

Atas usulan sepupu saya, Uni Sari, saat kita bertiga mampir ke rumahnya di daerah Panam. Jadi kita bertiga saya, Meli dan Cakni mengiyakan. Kapan lagi kan?. Kita pun diantar ke halte busway. Tak lama menunggu, busway yang ditunggu datang juga. Saat masuk kita disambut sama mbak-mbak kondektur busway. Kami langsung memilih posisi wueenakk..

Setelah berjalan berapa lama di atas busway, si mbak-mbak menanyakan
 “turun dimana dek?”
“Ramayana, Kak”
“Nanti transit di halte..( maef, lupa nama tempatnya).
“Oke deh”.
Akhirnya, kita turun juga di halte yang dimaksud. Ada sedikit kecewa sih. Kirain, ada busway langsung ke Ramayana gak pake transit. Saat dibilang Uni Sari, katanya ada busway langsung sampai Ramayana cukup bayar Rp.3000 plus ruangan ber AC. Mungkin karena kita terlalu jenius, jadi gak ada nanya busway pake transit dulu atau gak.

Semua penumpang pada turun. Kita juga ikut turun lewat jendela. Kita pun langsung nongkrong-nongkrong cantik di halte bersama penumpang yang lainnya sambil menunggu busway selanjutnya.
Sekitar 2 busway sudah lewat, tak ada satu pun bus yang ngelirik kita. Apakah ada yang salah dengan tampang saya? Ciyaann deh loo..Mungkin karena kelamaan menunggu, tiba-tiba Meli berdiri di depan tangga naik masuk busway dan melangkahkan kaki masuk ke dalam. Saya yang berada di belakangnya, ngikutin aja.

Setelah duduk manis di pangkuan Zyan Malik (eh?) *abaikan*. Tiba-tiba kita ditanyai oleh Abang Kondektur busway.

“Turun dimana dek?”
“Ramayana Bang”
“ Bukan ini busnya dek..silahkan turun di halte berikutnya”
 
Setelah nepuk-nepuk jidat tetangga, akhirnya kita turun dan kembali menunggu busway berikutnya kita langsung bernyanyi di atas troatar menyanyikan “ busway yang kutunggu-kutunggu tiada yang datang, kutelah lelah berdiri-berdiri menanti-nanti (lanjutkan sendiri langunya)”. Ada yang percaya kita ngelakuin hal itu? Selamat anda dikibulin..hehe

Belajar dari kesalahan, karena Meli saat menaikki busway langsung nyelonong girls, jadinya salah deh. Daripada gak salah lagi, saya selalu menanyakan setiap bus yang lewat. Sekitar 3 bus yang lewat tak ada yang melewati Ramayana. Saya hampir mengibarkan bendera putih.

Saat itu ada 2 orang penumpang perempuan yang duduk di halte busway. Setelah saling dorong-mendorong siapa yang berani menanyakan mereka mau kemana, kali aja kita satu arah. Ya udah, kita memutuskan berbagi tugas.

Dengan memasang muka angry birds (??) , saya menanyakan kepada perempuan di sebelah saya, ternyata arah kita berbeda. Tak berapa lama, perempuan di sebelah saya langsung pergi dan naik ke atas motor. Jadi kesimpulannya, Ia nongkrong di halte busway nunggu jemputan pulang. Ciyaaann...Setelah itu, perempuan di sebelah Meli pun beranjak dari tempat duduk saat sebuah mobil datang, ia langsung masuk ke dalam. Apaa?? Trus gimana nasib kita??



Jadi kesimpulannya, dua perempuan yang nongkrong bareng kita di halte bukan nunggu busway, ternyata mereka pada nunggu jemputan. Pantesan tampang mereka adem ayem bayem aja. Gak kayak kita, celingak-celinguk plus H2C nunggu busway datang. Hari semakin sore dan busway yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang, walaupun ada yang lewat tapi beda jurusan cyiin.

Berhubung, saya sehabis magrib harus segera pulang ke Padang, dan sepupu saya Meli juga sudah ada janji ketemuan dengan temannya. Dengan sangat terpaksa, berharap bisa dapat ongkos murah plus AC, ujung-ujungnya naik angkot juga..tidaakkk.. *garuk-garuk aspal*.

Masak jauh - jauh dari Padang, kita naik angkot juga, sih? Trus, masalah buat tetangga elo githoo?? * mulai stress*.
Begini deh akibatnya, malas bertanya salah naik busway, syukur gak nyasar kemana-mana.
Keep Smile..*nyegir kuda*