Ibarat
menunggu pujaan hati yang datang, seperti itu yang saya rasakan saat menyambut
kedatangan bulan Ramadan. Ada rasa bahagia menyambut kedatangannya. Seperti
yang kita ketahui begitu banyak keutamaan pada bulan tersebut. Dan yang paling
penting, karena saya masih diberi kesempatan kembali oleh Tuhan berada di bulan
Ramadan seperti tahun yang lalu. Semoga setiap Ramadan yang datang, kita semua
bisa mengisinya dengan baik. Aamiin. Duh, kok jadi kayak ceramah begini ya?
Sudah lupakan saja!
Setiap bulan
Ramadan datang, ingin sekali rasanya lebih banyak melewatinya di rumah. Tapi kenyataannya tidak. Walaupun begitu, yang
penting saat puasa hari pertama saya
berada di rumah. Sudah seperti
kewajiban, setiap puasa pertama saya harus melewatinya di rumah. Saat seperti ini kita sekeluarga bisa berkumpul tanpa
terkecuali, kecuali kalo lagi absen (lha?). Walaupun pada puasa berikutnya,
kita akan kembali menjalankan rutinitas seperti biasa, saya harus wara-wiri
dari mesjid ke mesjid, ngapain? Jagain sandal jamaah tarawih. Puass?
Maksudnya, saya kembali ke kosan,
adek-adek pun begitu. Dan kita akan bertemu kembali di akhir Ramadan menjelang
Idul Fitri. Tidak melewati sahur pertama di rumah, rasanya itu seperti menyelam tidak minum air. Kurang greget
kalo orang keren bilang.
Ada satu
hal yang tak pernah berubah dari sejak saya mengenal bulan Ramadan, dimana pada
bulan tersebut umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa. Sahur
pertama dan berbuka pertama di awal Ramadan, Mama selalu menghidangkan rendang
padang untuk kita santap sekeluarga. Maklumlah, sebagai orang yang darah minangnya kental sekali.
Rendang tidak bisa dipisahkan begitu saja dari kehidupan, apalagi rendang
padang sudah mendunia . Tinggal saya aja orang padang yang belum mendunia ( mari
abaikan!).
Jika
melewati Ramadan di rumah, banyak hal menarik yang saya lewati. Mulai dari
bangun untuk sahur. Sebuah cobaan berat yang dilalui untuk memulai sahur.
Biasanya saat waktu makan sahur, saya masih mimpi cantik dan ngiler, eh
tiba-tiba dibangunin. Dibangunkan untuk sahur itu bagaikan membangunkan macan
yang lagi tidur. Kalau tidak pandai-pandai bisa-bisa kena gigit…Grrr…
Biasanya,
saat sahur Mama adalah orang yang pertama bangun. Sambil menyiapkan hidangan
sahur di dapur. Mama terus berkicau supaya saya dan adek-adek bangun dan segera
keluar dari kamar. Kalau Mama sudah
sering bolak-balik masuk kamar dan mencolek-colek badan kita, jika itu gagal
membuat kita bangun. Mama lebih memilih makan duluan sambil menakut-nakuti dan mengatakan
“ 5 menit lagi imsak…5 menit lagi…”.
Itu sebuah kata-kata pamungkas dari Mama,
yang membuat kita akan bangun secepat kilat dan menahan godaan gaya tarik kasur
yang begitu menggoda. Berbeda dengan Papa. Kalau membangunkan kita Papa
biasanya suka menarik-narik jempol kaki sambil disembur mburrr…dan
menyalakan lampu kamar, itu akan membuat mata saya pedih, dan akhirnya menarik
selimut. Bobo cantik lagi aah…
Lain lagi,
jika kakek yang membangunkan, kakek akan mengendor-gendor pintu kamar sambil
teriak
“ sahur..sahur…”
pintu kamar serasa mau runtuh. Andaikan pintu bisa
ngomong, pasti ia akan meminta pensiun dini menjadi pintu kamar saya, karena
tidak kuat di gedor-gedor terus setiap mau sahur. Yang sabar ya pintu…(
elus-elus pintu).
Jika sudah
selesai makan sahur, sambil menunggu waktu imsak . Biasanya Saya menyediakan
satu gelas air,yang nanti air itu akan diminum saat sirene panjang berbunyi
menandakan imsak. Ketika sirene berbunyi, saya dan adek-adek berhambur dan berebutan
gelas yang sama. Jika diperhatikan
ketika kita menyerbu gelas yang sama, kita seperti macan yang sudah seminggu
tidak makan. Serem ya? Walaupun pada akhirnya, kita hanya mendapatkan jatah
satu atau dua teguk.
Ya,
begitulah keseruan kalau melewati Ramadan di rumah yang selalu dirindukan ketika jauh dari rumah. Jika sudah di kosan, beberapa kali sahurnya suka kelewatan. Bangun-bangun udah azan subuh. Kasihan.