Perjalanan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
Perjalanan yang sudah dibayangkan, bahagia diakhir ceritanya, walaupun tak selalu. Yang penting bisa pamer foto terbaru. Hahaha
Semua itu berhenti oleh sebuah
kata, pulang. Ada rasa tidak terima di dalam hati. Pulang tak selalu jadi akhir dari
setiap perjalanannya.
Begitulah yang saya alami dan
dirasakan sampai ke lubuk hati. Sebelum menginjakkan kaki di atap sumatera pada
ketinggian 3805 Mdpl. Kita semua, Bang Jamie, Bang Ayub, Mister Sergey, Kak
Sari, Kak Yandhi, Karina, Kak Aan, dan Randa, memutuskan untuk pulang dan turun
dengan indah dari shelter 2. Walau agak sedikit nyesek. Tapi kita harus pulang.
Harusss..
Sepanjang jalan turun, saya sudah
menerka-nerka dan membayangkan gimana reaksi orang-orang yang mengetahui saya
menanjak Gunung Kerinci, dan diserbu dengan beberapa pertanyaan yang bisa membuat hati mimisan.
“foto di puncaknya mana ne?”“lha, kok gak sampai puncak?”“aduh..kasihan banget, ya..gak sampai puncak!”*mendadak asah golok*
Selalu ada alasan disetiap
keputusan.
Badai membuat kita memilih untuk
turun dan pulang. Ini bukan waktunya untuk gagah-gagahan melawan kekuatan alam.
Badai selalu mengiringi dan
mengikuti langkah perjalanan kita dari awal pendakian. Namun kita mencoba untuk
tetap positif thinking, badai pasti akan berlalu. Iya..berlalu..tapi saat kita
udah sampai di bawah. Nyesek Broo..!
Saat bermalam di pos 2 pendakian
Gunung Kerinci, tengah malam badai bertiup dengan kencangnya. Saya yang lagi
berusaha untuk menganyam bulu mata jadi takut sendiri. Takut..kalau pepohonan
di sekitar kita pada tumbang, dan menimpa tenda kita. Suara berisik dari ranting
dan dedaunan pohon, menambah level ketakutan saya *peluk carrier*.
Masih berharap badai segera
berlalu, kita tetap pada tujuan kita dan meneruskan pendakian kita. Mungkin
karena kebanyakan ngarep kale, ya? Makanya, bikin nyesek.
Medan yang semakin lama menanjak
dan menantang, membuat nafas saya tersenggal-senggol (bahasa apalah saya ini), pokoknya ngos-ngosan mirip teroris yang habis
dikejar Densus 88. Suhu yang dingin dan tiupan angin, membuat ingus mengalir
dengan indah dari sarangnya. Jika terlalu lama istirahat, dingin makin terasa
sampai ke tulang.
Angin masih tetap mengiringi
langkah kita. Gak capek apa, ngikutin kita terus!. Makin ke atas, pepohonan rimbun makin
berkurang. Tiupan angin makin terasa, bawaanya ingin segera memeluk kompor.
Sepanjang jalan sudah banyak ranting-ranting pohon yang patah, pepohonan makin
bergoyang sana-sini mirip goyang Caisar. Jadi, kita harus lebih hati-hati
saat melewati pepohonan.
Hari semakin sore, tenaga dan
kekuatan kita makin menurun. Kita semua terpisah jadi kelompok kecil. Saya yang
mirip kuli angkut pasar ini, melangkahkan kaki aja udah satu-satu (kalau sekali dua pocong donk!). Hanya
semangat yang masih tersisa untuk sampai di shelter 2. Semangatt..*kuatin ikat
kepala*.
Bahkan, sampai-sampai saya terjatuh
karena gak kuat berdiri lama, ditambah hembusan angin yang kuat. Saya memilih
menjatuhkan diri ke tanah, daripada diterbangkan angin, trus nyangkut di pohon.
Tidaaakk..
Melihat saya udah mirip suster ngesot, Kak Aan yang berada di
belakang saya, langsung ketawa. Dan kita ketawa bersama biar penat tak terlalu
terasa. Ahahaha...
Sejak mulai menginjakkan kaki di
shelter 2, sampai malam harinya. Angin tak henti-hentinya bertiup. Kita yang
dibagi dalam 3 tenda, memilih masuk dalam satu tenda. Susunan dalam tenda udah
mirip ikan sarden yang siap dikirim dan dijual.
Malam itu, saya sudah gak
memikirkan lagi untuk muncak dan ngejar sunrise dan udah gak banyak berharap. Saya hanya
bisa, ngurut kaki aja. Capek euy.. Woless Mbak Bro..woless..!!
Mungkin lebih baik saya bobok cantik aja deh di tenda. Angin yang begitu kencang,
bahkan frame tenda milik randa patah.
Menurut Bang Jamie, yang sudah gak terhitung berapa kali menginjakkan kaki ke
gunung ini, se umur-umur badai kali ini
emang dahsyat. Lebih dahsyat dari dahsyat RCTI.
Ada benarnya juga pepatah “ tak kan
lari gunung dikejar”, tapi saya yang suka lari..lari dari kenyataan. Berhubung
Sergey dan Karina dari Rusia dan Bang Ayub dari Pekalongan, mereka memutuskan untuk
tetap muncak dengan beberapa pendaki lainnya. Kasihan udah jauh-jauh kesini.
Sekitar pukul 03:00 pagi, Bang ayub mengendor-gendor tenda kita, meminta sumbangan mushala makanan buat bekal di perjalanan.
Sekitar pukul 03:00 pagi, Bang ayub mengendor-gendor tenda kita, meminta
Trus yang gak muncak, ngapain?
Ya..sisanya, memutuskan bobo cantik dan melanjutkan mimpi, moga-moga aja
mimpiin udah nyampe di puncak sambil memegang bendera merah putih, karena udah gak kuat lagi..nyerah..nyerah bro..!
Kita hanya berharap dan mendoakan,
mereka yang muncak baik-baik saja.
Paginya, sekitar pukul 07:00 pagi
lebih kurang, rombongan yang ikut muncak termasuk Sergey, Karina dan Bang Ayub
kembali ke tenda. Beritanya, mereka gak sampai ke puncak. Makin ke atas
badainya makin kuat karena tidak adanya vegetasi. Bahkan batu-batu pada berterbangan.
Jadi, gak ada alasan lagi untuk tidak memilih segera pulang. Badai bukan untuk
dilawan. Tapi kita harus melawan ego yang ada di dalam diri kita, untuk segera
turun dan pulang. Jangan sampai kita mengikuti ego diri sendiri, dan pada
akhirnya akan mencelakakan diri kita sendiri. Nah lhoo?? Setidaknya kita semakin menyadari,
bahwa kita manusia memiliki kekurangan. Sekuat-kuat manusia, pasti ada batas kekuatannya.
Walau saya gak sampai puncak dan cuma numpang tidur cantik di gunung. tapi pendakian kali
ini saya cukup ngambil hikmahnya saja. Bahwa alam itu bukan untuk
ditaklukkan..keselamatan juga harus diperhatikan. Serta saya semakin menyadari,
saya bukan apa-apa dibandingkan dengan ciptaan Tuhan dan kekuasaanya.
Yang
penting, saya dan kak Aan mencatat rekor muri, karena berhasil BAK dan BAB dari ketinggian. Hahaha
Biar pun, kita semua memutuskan pulang. tapi pulang bukan akhirnya dari segalanya. Sergey, Karina dan Randa pulang untuk melanjutkan perjalanannya lagi ke Danau Gunung Tujuh. Bang Ayub gak mau kalah, ia malah melanjutkan perjalanannya ke Danau Gunung Tujuh dan Gunung Talamau, gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Barat. Dan saya pun ikut pulang ke pangkuan guling tersayang.
*langsung pasang lagu Sheila on 7*